Kamis, 10 Desember 2009

Dua Puluh Lima Desember



Tanpa terasa satu bilangan tahun lagi hampir kita lewati dan masukkan dalam gudang kenangan. Berbagai pergumulan dan sejumlah anugerah telah kita nikmati. Tahun yang baru telah siap menyambut kita dengan segala kerumitan dan kebahagiaan di dalamnya. Memasuki bulan Desember, segenap orang Kristen dan gereja sibuk mempersiapkan diri untuk memperingati hari Natal. Sejauh manakah kita mengenal akan tanggal yang selalu diperingati sebagai hari Natal itu?

Tahun Kelahiran Yesus

Kita dan penanggalan internasional setiap tahun selalu menempatkan hari Natal pada tanggal 25 bulan Desember, dan menceritakan kepada anak Sekolah Minggu kita itulah tanggal kelahiran Yesus. Sebagian orang (termasuk salah satu media massa yang terbit di Jakarta baru-baru ini), dengan pemikiran kalau dalam bahasa Inggris ada sebutan ‘Before Christ (B.C.)’ atau ‘Sebelum Masehi (S.M.)’ untuk menyebut tahun-tahun sebelum kelahiran Yesus dan ‘Anno Domini (A.D.)’ atau ‘Masehi (M)’ untuk tahun sesudahnya, maka mereka menganggap Yesus lahir tepat pada tahun 0 Masehi. Padahal sebenarnya tahun 0 Sebelum Masehi dan/atau tahun 0 Masehi itu tidak pernah ada. Jadi kalau begitu, tahun berapakah Yesus lahir? Sebagian orang yang lain berpegang bahwa tahun 4 Sebelum Masehi adalah tahun kelahiran Yesus. Mengapa bisa begitu? Bukankah digunakannya tahun ‘Masehi’ adalah untuk memisahkan tahun sebelum dan sesudah kelahiran Yesus?

Menurut catatan Flavius Josephus, seorang ahli sejarah yang hidup pada tahun 37-100 Masehi (jadi tidak terlalu jauh dari masa kehidupan Yesus), dapat diketahui bahwa Herodes yang disebutkan dalam Matius 2:1 “………. pada jaman Raja Herodes ……” adalah Herodes Agung, yang hidup dari tahun 73-4 Sebelum Masehi. Raja Herodes inilah yang menyebabkan Yesus diungsikan ke Mesir. Baru setelah kematiannya, Yesus kembali dari pengungsian (lihat Matius 2:19-20). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan, bahwa Yesus dilahirkan sekurang-kurangnya beberapa tahun atau bulan sebelum 4 S.M. Dan menurut dugaan yang lazim, kelahiran Yesus adalah antara tahun 8 dan tahun 5 s.M.

Benarkah Yesus Lahir Tahun 5 s.M.?

Pada jaman itu, tahun dalam kekaisaran Romawi dihitung dari tahun berdirinya kota Roma. Tahun Romawi disebut AUC, singkatan dari Ab Urbe Condita, yang berarti ‘sejak berdirinya kota’. Kemudian pada abad ke-6, atas perintah Kaisar Justinian, seorang rahib bernama Dionisius Exigius membuat kalender baru. Ia mengganti perhitungan tahun Romawi dengan tahun Masehi, yang dimulai dari kelahiran Yesus. Tetapi di kemudian hari barulah diketahui bahwa ia membuat kekeliruan hitung. Ia menempatkan kelahiran Yesus pada tahun 753 AUC, padahal seharusnya pada tahun 749 atau 747 AUC. Kekeliruan ini sudah tidak dapat diperbaiki lagi. Dan sampai sekarang kita pun sudah terlanjur menggunakan tahun hasil perhitungan Dionisius itu, yang sebetulnya empat atau lima tahun terlambat dari kenyataan kelahiran Yesus.

Lalu Bagaimana dengan Bulan Kelahiran-Nya?

Apabila kita melihat di peta, maka kita akan menemukan bahwa Israel terletak di sebelah utara garis khatulistiwa, hampir sejajar dengan Jepang, yang berarti bulan Desember adalah musim dingin. Bagaimana dengan catatan Injil yang menjelaskan tentang para gembala pada malam kelahiran Yesus dalam Lukas 2:8 “….gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam”? Hal ini menunjukkan bahwa kelahiran Yesus pasti bukanlah pada bulan Desember.

Seseorang bernama Klemens dari Alexandria membuat perhitungan bahwa Yesus dilahirkan pada tanggal 25 Pachon, yaitu tanggal 20 Mei. Tetapi itu pun bukan merupakan suatu kepastian.

Mengapa Kita Tidak Punya Tanggal Kelahiran Yesus yang Pasti?

Pada jaman itu, merayakan ulang tahun hanyalah kelaziman orang kafir. Satu-satunya ulang tahun yang kita baca di Perjanjian Baru adalah ulang tahun Herodes Antipas (lihat Matius 14:6). Dan gereja pada jaman itu tidak merayakan kelahiran Yesus melainkan kebangkitan-Nya. Baru sekitar abad ke-3, umat Kristen di Mesir mulai merayakan Natal. Tanggal yang digunakan adalah 6 Januari, bertepatan dengan suatu hari raya umum.

Gereja di Roma baru mulai merayakan Natal pada akhir abad ke-4, dan tanggal yang dipilih adalah 25 Desember. Pemilihan tanggal tersebut adalah untuk memberi isi yang baru kepada perayaan kafir yang menyambut kembalinya matahari ke belahan bumi bagian utara. Tidak lama kemudian kebiasaan merayakan Natal pada tanggal 25 Desember itu pun ditiru oleh gereja-gereja di tempat lain. Dan hingga sekarang, Natal dirayakan setiap tanggal 25 Desember oleh hampir semua gereja.

Anak Sekolah Minggu yang kritis mungkin akan bertanya: Jika demikian kenapa kita tidak menghitung ulang atau mengikuti perhitungan Klemens, yaitu merayakan Natal pada tanggal 20 Mei saja?

Dengan segala kerendahhatian dan tidak ada maksud untuk menggurui, berikut adalah beberapa hal yang saya bisa bagikan dan barangkali bisa dijadikan contoh jawaban atas pertanyaan semacam itu:

1. Perhitungan Klemens menyebutkan bahwa Yesus dilahirkan pada tanggal 20 Mei, namun itu pun belum pasti benar. Kenapa kita harus menggunakan tanggal yang kebenarannyapun masih diragukan?

2. Secara umum, sudah berlangsung selama berabad-abad, Natal dirayakan pada bulan Desember, tepatnya pada tanggal 25 Desember, kenapa kita harus menetapkan tanggal perayaan sendiri, yang lain daripada yang lain?

3. Kekeliruan perhitungan ini pastilah ada campur tangan dan atas ijin Allah, karena hal ini menunjukkan bahwa Allah tidak mengijinkan orang untuk lebih mengutamakan atau lebih tepatnya mengkeramatkan tanggal tertentu lebih daripada yang lain; yang akhirnya justru akan melupakan bahwa rahmat, kasih dan anugerah-Nya selalu baru dan terlimpah setiap hari. Sebagai perbandingan kita dapat melihat bahwa peringatan akan Kematian Kristus atau Paskah, bukan ditentukan oleh tanggal tertentu tetapi oleh hari.

Atau perhitungan satu hari yang kita pakai sekarang, yaitu pagi-malam, yang berubah dari catatan perhitungan satu hari yang Allah berikan (lihat Kejadian 1:5, 8, 13, dst “… jadilah petang, jadilah pagi, itulah hari ….”)

4. Bukankah kenyataannya selama ini juga sudah berlangsung, bahwa banyak gereja yang melaksanakan perayaan Natal tidak tepat pada tanggal 25 Desember?

5. Kesalahan tanggal dalam merayakan hari Natal, tidak akan berpengaruh terhadap iman kepercayaan dan keselamatan kita.

Yang lebih utama dan terutama harus dipikirkan, ditekankan dan diajarkan dalam perayaan Natal adalah hadiah atau komitmen apa yang akan kita berikan sebagai persembahan kepada Kristus, pada saat kita memperingati hari kelahiran-Nya?

Jadi sekarang kreatifitas guru dan waktu (usia) yang tepat diperlukan untuk mengajarkan hal ini kepada anak-anak Sekolah Minggu, agar tidak membuat mereka justru menjadi bingung dan akhirnya kehilangan arti/makna yang sesungguhnya dari inkarnasi Kristus ke dunia ini.

Diambil dari berbagai sumber
Robby Indarjono, Mahasiswa Institut Reformed

O HOLY NIGHT


O HOLY NIGHT


Music: Adolphe-Charles Adam (1803-1856).

O holy night, the stars are brightly shining,
It is the night of the dear Savior's birth;
Long lay the world in sin and error pining,
Till He appeared and the soul felt it's worth.
A thrill of hope the weary soul rejoices,
For yonder breaks a new and glorious morn;

Chorus
Fall on your knees, Oh hear the angel voices!
O night divine, O night when Christ was born!
O night divine, O holy night, O night divine.


Led by the light of Faith serenely beaming
With glowing hearts by His cradle we stand
So led by light of a star sweetly gleaming
Here come the wise men from Orient land
The King of kings lay thus in lowly manger
In all our trials born to be our friend. Chorus

Truly He taught us to love one another
His law is love and His gospel is peace
Chains shall He break for the slave is our brother
And in His name all oppression shall cease
Sweet hymns of joy in grateful chorus raise we,
Let all within us praise His holy name. Chorus



Dalam segala hal, lagu yang indah dan sangat brilian dari Prancis yang berjudul “Cantique de Noël” ini, tampak tanpa cacat dan cela. Liriknya yang religius dan melodinya yang sangat indah, serta suasana yang dibawakan kepada kita mencapai puncaknya dalam setiap penampilan lagu ini. Dalam penerimaan publik pun lagu ini diterima dengan sangat baik. Lagu ini termasuk salah satu lagu natal Prancis yang sangat terkenal dan bahkan di dunia internasional.

Tetapi kenapa kemudian seseorang mau menolak dan melarang keras penerbitan dari karya ini di saat-saat natal? Jawabanya terletak bukan pada karakteristik dari lagu ini sendiri, tetapi pada persepsi beberapa orang terhadap pencipta lagu ini. Kisah ini bermula di tahun 1847. Di Lembah Rhône, Prancis, yang terkenal dengan anggurnya yang berkualitas, perbedaan budaya yang mencolok, serta sejarahnya yang menawan, tinggallah seorang pria yang keberadaannya disentuh oleh seluruh aspek di atas. Placide Cappeau (1808-1877), seorang anggota komunitas kota Roquemaure - beberapa mil utara kota bersejarah Avignon - yang jabatannya adalah seorang komisioner mengurus anggur, yang di waktu senggangnya diisi dengan menuliskan bait-bait puisi dalam bahasa Prancis atau dialek Lang d’oc, dengan tidak sengaja menjadi seorang tokoh kecil dalam sejarah.

Kejadian menarik ini terjadi ketika Cappeau menjadi teman sepasang keluarga dari Paris bernama Laurey. Keluarga ini untuk sementara ditempatkan di Selatan Prancis, agar Laurey dapat melanjutkan kariernya di bidang teknik sipil, dengan membangun jembatan melintasi Sungai Rhône di daerah Roquemaure. Tepat sebelum Cappeau pergi ke Paris untuk urusan bisnis, pendeta dari jemaat di sana meminta penulis paruh waktu ini untuk menuliskan sebuah Puisi Natal dan menyerahkannya kepada seorang komponis terkenal di Prancis bernama Adolphe Adam (1803-1856) untuk aransemen musiknya. Adam adalah seorang teman dekat istri pasangan Laurey, yang adalah seorang penyanyi. Dilaporkan, pada 3 Desember 1847, kira-kira di tengah perjalanan ke Paris, Cappeau mendapatkan inspirasi untuk puisi tersebut, “Minuit, Chretiens.”

Cappeau sama sekali tidak terkenal pada saat dia menghubungi Adam di Paris. Komponis tersebut sebaliknya, sedang berada pada puncak masa keemasannya - seorang yang sangat popular dan musisi yang sangat aktif. Adam baru beberapa tahun yang lalu, di tahun 1841, menghasilkan karyanya yang terbaik, balet Giselle. Karya ini biasa disebut sebagai 'Hamlet untuk karya balet', karena kisahnya yang menyedihkan, tantangannya untuk balerina yang membawakan, serta keindahan estetika hasil perpaduan koreografi dan musik. Melodi yang dibuatnya untuk karya puisi dari teman Ny. Laurey hanyalah karya kecil dari reputasinya.

Setelah Cappeau membawa karyanya kepada Adam, lagu ini berhasil diselesaikan dalam beberapa hari. Pemunculan perdana dari lagu ini, seperti yang telah direncanakan, adalah pada misa tengah malam di gereja Roquemaure pada Natal 1847. Sangat mudah dimengerti bahwa para penonton tidak menyangka bahwa musik yang begitu menyentuh jiwa ini sebagian adalah hasil karya seseorang dari tempat itu sendiri. Mereka sangat terkesima. Setelah pemunculan ini, bertahun-tahun kemudian, lagu ini menjadi lagu yang sangat terkenal dinyanyikan pada saat Natal. Pertama kali lagu ini diterbitkan pada tahun 1855 oleh Schott and Company di London, dan dari sanalah, lagu ini mengalami beberapa penyesuaian dan diterjemahkan ke berbagai bahasa di seluruh dunia. Terjemahan yang paling terkenal adalah versi O, Holy Night yang ditulis oleh seorang kritikus musik dan jurnalis dari Amerika bernama John Sullivan Dwight (1818-1893).

Karena lagu ini sangat terkenal dan popular, maka beberapa orang kurang menyenangi lagu ini dan menganggapnya tidak mewakili Natal. Alasan utama serangan terhadap lagu ini bukan pada bagian seninya, tetapi lebih kepada karakteristik negatif latar belakang penulisnya. Seorang bishop dari Prancis bahkan pernah mengatakan bahwa lagu ini tidak memiliki cita rasa musik dan kehilangan (tidak ada) spirit agama di dalamnya. Adam berasal dari latar belakang non-Kristen dan pekerjaannya pun adalah komponis lagu-lagu opera untuk teater, sebuah arena yang sangat jauh dari wilayah religius teologis. Lebih buruk lagi, Cappeau, digambarkan sebagai seorang sosial radikal, pemikir bebas, sosialis, dan seorang non-Kristen. Dalam beberapa hal, pengelompokan seperti ini benar. Pada akhir masa hidupnya, Cappeau mengadopsi beberapa pemikiran politik dan sosial yang sangat ekstrim di masanya, seperti menentang ketidaksetaraan, perbudakan, ketidakadilan, dan segala macam penindasan. Hal ini sangat jelas diindikasikan dalam karya puisinya yang terbit tahun 1876 berjudul “Le Château de Roquemaure”, sebuah karya puisi filosofis 4000 baris dimana Cappeau menyangkali lirik yang ditulisnya tahun 1847 dan merevisi seluruh isi dan penampakannya. Seluruh keanehan ini terjadi pada akhir-akhir masa hidupnya, dan ditandai dengan kehidupan eksentrik yang sangat jelas. Ketika dia menulis bait-bait lagunya yang indah dan menyentuh, dia mungkin hanyalah seorang Kristen biasa, kalau tidak pendeta jemaat tersebut tidak akan memintanya untuk menuliskan suatu puisi yang sifatnya religius.

Secara keseluruhan, lagu ini mungkin merupakan lagu solo Natal terindah yang ada sekarang ini. Pengaruh lagu ini pada kebudayaan barat diilustrasikan di sebuah cerita yang konon kabarnya belum diketahui kebenarannya. Ketika terjadi perang antara Prancis dan Prussia (sekarang Jerman) di tahun 1870-1871, tentara Prancis dan Jerman saling berhadapan di parit-parit luar kota Paris. Pada malam Natal, seorang tentara Prancis tidak disangka-sangka melompat keluar parit dan menyanyikan lagu ini. Terpesona akan keindahan lagu ini, para tentara Jerman bukan saja tidak menembak tentara Prancis tersebut, malah mulai menyanyikan lagu Natal yang terkenal di Jerman yang ditulis oleh Martin Luther berjudul “Vom Himmel hoch” (“From Heaven Above to Earth I come”). Benar tidaknya kejadian ini, setidaknya melukiskan betapa lagu ini begitu dicintai. Jika ini sejarah, maka hal ini melukiskan pengaruh budaya dari lagu tersebut. Jika ini hanya cerita, maka hal ini mencerminkan pengaruh yang berkelanjutan dari lagu ini dalam imajinasi manusia.

Rabu, 09 Desember 2009

KUMPULAN CERITA NATAL




Di sebuah kota kecil di Meksiko tampak orang berjalan berduyun-duyun menuju sebuah gereja. Mereka membawa buah-buahan, sayur-sayuran, dan kembang gula untuk dipersembahkan kepada Bayi Yesus. Dari tepi jalan Manuel memperhatikan orang-orang itu. Mereka tertawa gembira dan bernyanyi-nyanyi dengan riang. Mereka semua tampak bahagia.Tetapi Manuel tidak bisa seperti mereka. Ia hanya bisa menangis sedi ketika menatap mereka. Manuel hanyalah seorang anak jalanan yang telah yatim piatu. Ia tidak mempunyai apa-apa untuk dipersembahkan kepada Bayi Yesus.
Beberapa hari yang lalu Manuel meminta-minta sesuatu kepada orang-orang yang lewat di depannya. Ia ingin memiliki sesuatu untuk dipersembahkan pada Bayi Yesus. Namun orang-orang hanya tertawa mendengarnya. “Kalau kami memberimu sesuatu, tidak mungkin engkau mempersembahkannya untuk Bayi Yesus” ejek mereka. “Kami tahu engkau anak yang baik, tapi kami yakin engkau akan memilikinya untuk dirimu sendiri.”
Pernah terlintas di benak Manuel untuk mencuri sesuatu. Tetapi, apakah baik mencuri sesuatu untuk dipersembahkan kepada Bayi Yesus? Lebih baik tidak membawa persembahan daripada memberi persembahan yang didapat dari mencuri. Manuel berjalan menjauh. Orang-orang telah masuk ke dalam gereja dan menutup pintunya rapat-rapat. Manuel mengendap-endap ke dalam gereja dan mengintip ke dalamnya. Di depannya tampak pemandangan yang benar-benar menakjubkan. Lilin-lilin yang menyala, lukisan yang indah, dan berbagai persembahan untuk Bayi Yesus. Ratusan orang berkumpul di sekeliling patung Bayi Yesus dan ibunya.
Makin lama melihatnya, Manuel makin sedih. Akhirnya Manuel berlutut dan berdoa, “Tuhan Yesus aku tidak seperti orang-orang yang di dalam gereja. Aku tidak memiliki apa-pun untuk-Mu di hari Natal ini. Tetapi terimalah doaku, juga air mataku. Hanya itu yang bisa aku berikan untuk-Mu.” Manuel menghapus air matanya, lalu membuka matanya. Ajaib,setiap tetes air mata Manuel yang jatuh ke tanah berubah menjadi bunga. Bunga-bunga itu sangat indah dan belum pernah ada sebelumnya. Bunga itu berwarna kuning keemasan seperti sinar bintang yang menerangi Betlehem. Di sekeliling bunga itu tampak daun-daun warna merah seperti darah.
“Ajaib,” teriak Manuel. Ia mencabut bunga itu sampai ke akarnya lalu berlari masuk ke dalam gereja.
“Lihat!” teriak Manuel kepada orang-orang di dalam gereja. Ini persembahanku untuk Bayi Yesus.”

Mereka berbisik-bisik dan menggumamkan sesuatu yang tidak jelas. Mereka tidak suka perayaan Natal mereka terhenti. Namun, ketika melihat bunga itu, bisik dan gumam mereka berubah menjadi decak kagum. “Ini benar-benar suatu keajaiban,” kata seorang pastor. “Bunga seperti ini belum pernah kulihat.” Dan sejak saat itu bunga Manuel terkenal dengan nama Bunga Malam Kudus.


Natal… apa yang terbayang dalam benak teman-teman tentang suasana Natal? Pohon cemara lengkap dengan hiasannya? Lilin dan bintang-bintang? Malaikat yang menari-nari? Tidak ketinggalan pasti ada hadiah dengan dibungkus kertas warna-warni. Ya, suasana Natal memang dirasakan sebagai suasana penuh suka cita dan keceriaan dalam menanti kelahiran Yesus, Sang Juru Selamat.
Sesuatu yang juga selalu ada dalam suasana Natal adalah cerita dan dongeng tentang Natal. Baik itu cerita kelahiran Yesus yang diambil dari Injil ataupun cerita tentang tradisi perayaan Natal dan juga dongeng-dongeng legenda seputar Natal, seperti kisah Manuel di atas tadi.
Dalam buku Kumpulan Cerita Natal terdapat cerita dari berbagai negara dan macam-macam budaya. Sungguh mengasyikan, kita jadi tahu cerita tentang pohon Natal pertama, juga kisah si Unta Kecil sebagai pembawa persembahan bagi kanak-kanak Yesus, dan masih banyak lagi cerita-cerita yang lain. Masing-masing cerita itu mempunyai pesan tentang keajaiban dan kegembiraan Natal.***